Rabu, 17 Oktober 2012

Mengenal Jati Diri Bahasa Indonesia


BELAKANGAN ini nampaknya penulis-penulis muda mulai mengungkapkan kegelisahan mereka terhadap Bahasa Indonesia. Seperti kegelisahan yang dirasakan Mukhlis Al-Anshor dalam artikel sebelumnya tentang Bahasa Indonesia yang mulai menjadi fobia di masyarakat, khusunya masyarakat modern sekarang. Kemudian kegelisahan itu dirasakan lagi oleh : Sartika Sari, Mhd. Muslim Bahri, Ulfa Zaini, Rudiansyah Siregar. Bahkan baru-baru ini kegelisahan itu muncul di benak M.Syahrizal dan Tri Harun Syafii yang mencoba menuangkan segala kegelisahan mereka tentang Bahasa Indonesia yang mulai tak dilirik oleh bangsannya sendiri.
Ini merupakan suatu hal sangat membuat penulis-penulis muda prihatin, sekaligus perduli terhadap Bahasa Indonesia. Pasalnya kegelisahan mereka sekarang terletak pada kalangan anak muda yang seharusnya menjaga Bahasa Indonesia sebagai bahasa bangsa mereka sendiri. Seperti kegelisahan M. Syahrizal terhadap bahasa alay yang akan zaman sekarang ini telah membudaya dikalangan anak muda.

Kemudian kegelisahan itu disusul oleh Tri Harun Syafii yang merebaknya bahasa gaul di area Bahasa Indonesia. Mengapa? bahasa gaul mampu mendorong popularitas dan menurunkan kualitas Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Ini terlihat bahwa bahasa gaul maupun bahasa alay, menaikkan eksistensi mereka dalam dunia Bahasa di Indonesia. Ini berdampak pada bangsa kita nantinya. Dari itu penulis-penulis muda ingin memberikan sugesti positif terhadap Bahasa Indonesia, sesungguhnya Bahasa dan Sastra Indonesia itu lebih enak kalau diibaratkan seperti makan kerupuk. Terlihat masih panas dan gurih. Begitu juga dengan Bahasa Indonesia.

Siapakah Bahasa Indonesia…?

Sebenarnya Bahasa Indonesia, salah satu bahasa yang mudah untuk di pelajari. Mengapa? Bahasa Indonesia memiliki vocal dan artikulatoris yang cukup mudah. Perlu diketahui, Bahasa Indonesia memiliki peranan yang baik untuk pendidikan dan masa depan anak bangsa. Contohnya saja untuk pelajar dan mahasiswa, selain bisa menggunakan TOEFL ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk mahasiswa nantinya tentang UKBI (Uji Kemampuan Berbahasa Indonesia).

Menurut sejarahnya, UKBI sudah digagas pada Kongres Bahasa Indonesia IV tahun 1993. Selanjutnya pada tahun 1983, pada Kongres Bahasa Indonesia V sarana tes Bahasa Indonesia dibentuk. Baru pada tahun 1990 instrumen evaluasi diwujudkan yang dinamai dengan UKBI. Layaknya TOEFL, UKBI juga memiliki serangkaian materi yaitu mendengar, membaca, menulis, berbicara dan merespon kaidah kebahasaan. UKBI memiliki surat keputusan Mendiknas nomor 152/U/2003. UKBI hadir untuk menevaluasi kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia baik secara tulis maupun lisan. Dalam realisasinya memang masih terbatas untuk para pekerja asing yang hendak bekerja di Indonesia.

Ternyata banyak dari mereka yang berhasil menguasai instrumen Bahasa Indonesia, termasuk didalamnya pemakaian ejaan yang disempurnakan dan tanda baca. Ini menunjukkan, bahasa Indonesia itu bukanlah bahasa sembarangan, sembrono atau sepele. Melainkan Bahasa Indonesia mempunyai andil yang cukup. Dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan masa depan Bangsa Indonesia, khusunya yang lebih ditekankan kepada para anak-anak muda yang seharusnya mampu menjaga Bahasa Indonesia. Bukan saja pada acara-acara yang dianggap formal, melainkan dalam acara-acara nonformal seperti dalam bahasa sehari-hari.

Seperti beberapa kasus yang saya lihat dari berbagai informasi yang menyatakan, Bahasa Indonesia mulai dilirik Negara lain. Terlihat guru-guru dari Malaysia mulai banyak mengajarkan Bahasa Indonesia di Singapura, Thailand dan Filiphina. Pastinya ini merupakan hal yang sangat miris jika kita melihatnya. Bagaimana mungkin guru-guru yang bukan berasal dari Indonesia dapat mengajarkan Bahasa Indonesia di luar negeri. Guru-guru Bahasa Indonesia di Indonesia, mulai banyak gigit jempol karena minimnya tenaga pengajar untuk guru di Indonesia.
Beberapa kasus yang saya lihat malah guru-guru Bahasa Indonesia mulai tak sejalan dengan jurusan yang dipilihnya. Mereka kebanyakan menjadi pegawai di bank dan kantor-kantor swasta maupun negeri yang kita tahu seharusnya mereka menjadi tenaga pengajar.


Akibat minimnya tenang pengajar untuk Bahasa Indonesia, akhirnya mereka banyak yang nyelenong dari jurusan mereka. Sebenarnya hal ini menjadi perhatian pemerintah agar lebih mengedepankan dan membuka tenaga-tenaga pengajar untuk guru Bahasa Indonesia. Karena bagaimana pun, Bahasa Indonesia tidak boleh terlepas dari jati diri Bangsa Indonesia. Tidak hanya pemerintah, anak-anak penerus bangsa juga seharusnya turut serta dalam melestarikan Bahasa Indonesia.

Dengan merawat keperawanan bahasa Indonesia, sebenarnya sudah dapat dikatakan, anak muda yang juga dikatakan anak penerus bangsa menjadi pahlawan. Sebab,jika tidak kita sebagai penerus bangsa yang merawat keaslian bahasa negara sendiri, maka maraknya bahasa-bahasa aneh yang tidak sesuai dengan Bahasa Indonesia akan terpupuk subur di lingkungan kita sendiri. Dengan begitu lama-kelamaan, Bahasa Indonesia akan lenyap dari kehidupan Negara Indonesia dan justru dilestarikan oleh negara asing.

Sebagai putra-putri Indonesia sudah seharusnya kita menjungjung Bahasa Indonesia, namun faktanya saat ini kegemaran anak-anak bangsa berbahasa Indonesia dengan baik, sangat minim. Bahkan jika kita membaca berita, banyak siswa SMA/MA/SMK yang mengalami ketidaklulusan karena gagal dalam bidang studi Bahasa Indonesia. Hal ini terjadi, karena anak-anak yang disebut penerus bangsa sepele dengan Bahasa Indonesia. Tidak jarang terdengar, ketika ada seseorang berbahasa Indonesia dengan ejaan yang benar di lingkungan sekolah maupun universitas, dianggap bahan lelucuan dan dianggap kampungan.

Bahasa gaul yang sedang memanas di tengah-tangah masyarakat, membuat masyarakat semakin terpengaruh untuk memakai bahasa yang dianggap pouler. Jika hal seperti itu masih tetap bersarang di lingkungan masyarakat, maka kemurnian Bahasa Indonesia semakin hari akan semakin terkikis.
Sebagai generasi muda dan penerus bangsa sudah seharusnya sejak saat ini membasmi bahasa-bahasa gaul dan bahasa alay yang sedang memarak di lingkungan masyarakat. Saatnya kita menjunjung tinggi sumpah pemuda dan membina anak-anak untuk menggunakan bahasa yang baik sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia sesungguhnya.

Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia adalah bahasa kerja (working language).

Dari sudut pandang linguistika, bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal abad ke-20. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun saat ini dipahami oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia tidak menduduki posisi sebagai bahasa ibu bagi mayoritas penduduknya. Sebagian besar warga Indonesia berbahasa daerah sebagai bahasa ibu. Penutur bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Namun demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di surat kabar, media elektronika, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Fonologi dan tata bahasa bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.  Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.



Kerajaan Sriwijaya (dari abad ke-7 Masehi) memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuno) sebagai bahasa kenegaraan. Hal ini diketahui dari empat prasasti berusia berdekatan yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu. Pada saat itu bahasa Melayu yang digunakan bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta. Sebagai penguasa perdagangan di kepulauan ini (Nusantara), para pedagangnya membuat orang-orang yang berniaga terpaksa menggunakan bahasa Melayu, walaupun secara kurang sempurna. Hal ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal, yang secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti. Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun abad ke-9) dan di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan adanya penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila, Pulau Luzon, berangka tahun 900 Masehi juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.

Kajian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang berdekatan. Sayang sekali, bahasa Melayu Kuna tidak meninggalkan catatan dalam bentuk kesusasteraan meskipun laporan-laporan dari Tiongkok menyatakan bahwa Sriwijaya memiliki perguruan agama Buddha yang bermutu.


Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Alfred Russel Wallace menuliskan di Malay Archipelago bahwa "penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda." Selanjutnya, Jan Huyghen van Linschoten, di dalam buku Itinerario ("Perjalanan") karyanya, menuliskan bahwa "Malaka adalah tempat berkumpulnya nelayan dari berbagai negara. Mereka lalu membuat sebuah kota dan mengembangkan bahasa mereka sendiri, dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari segala bahasa di sekitar mereka. Kota Malaka, karena posisinya yang menguntungkan, menjadi bandar yang utama di kawasan tenggara Asia, bahasanya yang disebut dengan Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan paling pas di antara bahasa-bahasa di Timur Jauh."


Kongres Bahasa Indonesia pertama telah menetapkan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau, begitu pula dengan negara serumpun lain seperti Malaysia mengakui bahwa bahasa Melayu standar adalah bahasa Melayu Riau-Johor.