Rabu, 02 November 2011

mengembangkan koperasi

nama   : atika retno wulan
npm    : 21210211
kelas   : 2eb21

PENGEMBNGAN KOPERASI

Pengembangan koperasi konsumen di Indonesia memprihatinkan sekali karena hingga kini belum ada satu pun koperasi konsumsi yang berdiri, padahal di beberapa negara tetangga koperasi yang berbasis para konsumsen justru bersatu padu mengembangkan pusat perbelanjaan tersendiri.

Demikian antara lain pendapat yang muncul dalam Seminar Internasional soal Koperasi Konsumen di beberapa negara lain di Jakarta, Rabu.

Salah satu negara yang berhasil mengembangkan koperasi konsumen adalah Vietnam melalui Saigon Co-op. Saigon Co-op saat ini berkembang pesat dan telah mempunyai 29 supermarket bernama Co-opMart di beberapa wilayah dan 63 toko koperasi.

General Manager Saigon Co-op Tran Thi Kim Nguyen dalam kesempatan itu mengatakan, kunci sukses koperasi tersebut karena mereka mampu memilih pasar yang tepat. Selain juga adanya dukungan pemerintah yang melakukan kontrol terhadap masuknya investor asing.

Meski demikian mulai tahun 2009 koperasi tersebut sudah harus bersaing dengan asing karena pemerintah membolehkan masuknya 100 persen asing ke pasar ritel.

Sementara itu KF Project Center Sweden, Anneli Leina yang ikut membidani lahirnya Co-opMart, Vietnam, mengatakan, membutuhkan waktu cukup lama untuk mengembangkan koperasi konsumen.

Di Vietnam seperti yang dilakukan Saigon Co-op melalui Co-opMartnya diawali dengan pembentukan unit perdagangan tahun 1989, sementara supermarketnya baru berdiri tahun 1996.

Potensi koperasi konsumen, menurut Leina, cukup besar asalkan koperasi bersatu untuk membentuk suatu wadah sebagai tempat belanja. Besarnya potensi ini bisa dilihat dari rencana ekspansi beberapa jaringan ritel besar seperti Alfamart dan Indomart yang merencanakan membuka 400 gerai.

Hanya saja ia mengingatkan biasanya tantangan terbesar dari toko ritel koperasi konsumen adalah hambatan dari para suplier. "Mereka punya agenda sendiri namun jangan dilawan, tapi bekerjasama saja dengan mereka," kata Leina.

Posisi tawar koperasi konsumen ini, lanjutnya, juga pernah ditunjukkan di Swedia ketika Coca Cola menaikkan harga produknya. Koperasi konsumen kemudian melakukan strategi bagaimana menurunkan penjualannya dengan meletakkan produk minuman tersebut di tempat yang tidak mudah terlihat, dan taktik itu berhasil.

Sementara itu Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Adi Sasono mengatakan, perlu kebijakan publik yang berpihak untuk melindungi koperasi yang akan terjun di bidang ritel ini.

"Vietnam berhasil karena adanya dukungan kebijakan pemerintah. Di mana pun du dunia selalu ada proteksi terhadap ekonomi asli dan tradisional," katanya.

Apa yang terjadi di Vietnam, lanjutnya, bisa dilakukan asalkan pemerintah memberi dukungan. Sementara di sisi lain koperasinya juga harus bisa bersatu dan bersama-sama untuk melakukan pembelian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar